Khutbah Pertama
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي هَدَانَا لِهَذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلَا أَنْ هَدَانَا اللَّهُ لَقَدْ جَاءَتْ رُسُلُ رَبِّنَا بِالْحَقِّ وَنُودُوا أَنْ تِلْكُمُ الْجَنَّةُ أُورِثْتُمُوهَا بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
اَللَّهُمّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلى مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن
فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ. اِتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ
فَقَالَ اللهُ تَعَالَى:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
Salah satu masalah paling penting dalam aqidah dan merupakan dasar yang sangat agung dari aqidah Islam yang menjadi ciri khas pengikutnya adalah masalah al-wala' wal-bara'. Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam telah memberitakan tentang keagungan masalah ini dan kaitannya dengan iman. Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari al-Bara' bin 'Azib Radhiyallahu ‘Anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
"إن أوثق عرى الإيمان أن تحب في الله وتبغض في الله"
"Tali iman yang paling kuat adalah mencintai karena Allah dan membenci karena Allah."
Makna al-wala' adalah mencintai dan mendukung, sedangkan al-bara' berarti membenci dan memusuhi. Dalam Islam, makna dan konsep al-wala' wal-bara' adalah mencintai dan mendukung seseorang karena Allah serta memusuhi dan membenci karena-Nya.
Mencintai karena Allah dan membenci karena-Nya adalah kewajiban seorang muslim. Hubungan seorang muslim dengan orang lain harus dibangun atas dasar ini, sehingga seorang muslim dapat merasakan manisnya iman. Dari Anas bin Malik Radhiyallahu ‘Anhu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
"ثلاث من كن فيه وجد حلاوة الإيمان: أن يكون الله ورسوله أحب إليه مما سواهما، وأن يحب المرء لا يحبه إلا لله، وأن يكره أن يعود في الكفر كما يكره أن يقذف في النار"
"Ada tiga hal yang jika ada pada diri seseorang, maka ia akan merasakan manisnya iman: Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai daripada yang lain, mencintai seseorang hanya karena Allah, dan membenci untuk kembali kepada kekufuran sebagaimana ia membenci untuk dilemparkan ke dalam api neraka." (Muttafaqun ‘Alaih)
Al-Qur'an juga banyak memberikan peringatan untuk tidak bersekutu atau bersahabat dengan orang kafir serta memperingatkan bahaya loyalitas terhadap mereka. Banyak ayat yang menjelaskan bahwa bersekutu dengan orang-orang kafir merupakan tanda kemunafikan, oleh karena itu kita harus berhati-hati terhadap mereka dan tipu muslihatnya. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
﴿ لَا يَتَّخِذِ الْمُؤْمِنُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَلَيْسَ مِنَ اللَّهِ فِي شَيْءٍ إِلَّا أَنْ تَتَّقُوا مِنْهُمْ تُقَاةً وَيُحَذِّرُكُمُ اللَّهُ نَفْسَهُ وَإِلَى اللَّهِ الْمَصِيرُ ﴾
"Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Barangsiapa berbuat demikian niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah, kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya. Dan hanya kepada Allah kembali(mu)." (QS. Ali Imran: 28)
Ahli tafsir menyatakan bahwa Allah melarang orang-orang beriman untuk bersekutu dengan orang-orang kafir meskipun ada hubungan kekerabatan, pertemanan sebelum masuk Islam, atau sebab-sebab lainnya.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala juga berfirman:
﴿ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ ﴾
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi teman setiamu; sebagian mereka adalah teman setia bagi sebagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi teman setia, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim." (QS. Al-Ma'idah: 51)
Hudzaifah Radhiyallahu ‘Anhu berkata:
"ليتق أحدكم أن يكون يهودياً أو نصرانياً وهو لا يشعر، فإن الله يقول: ﴿ وَمَن يَتَوَلَّهُمْ مّنكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ ﴾"
*"Hendaknya salah seorang di antara kalian tidak menjadi Yahudi atau Nasrani tanpa dia sadari, karena Allah berfirman: ‘Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi teman setia, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka.’"
Wahai kaum muslimin, aqidah kita melarang kita untuk bersekutu dengan orang-orang kafir, musyrikin, Yahudi, Nasrani, dan Majusi, bahkan jika mereka adalah orang Arab atau kerabat terdekat kita.
Aqidah kita mewajibkan kita untuk berlepas diri dan menjauh dari mereka. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
﴿ لاَّ تَجِدُ قَوْماً يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُواْ آبَاءهُمْ أَوْ أَبْنَاءهُمْ أَوْ إِخْوانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ ﴾
"Kamu tidak akan mendapati suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu adalah bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, ataupun keluarga mereka." (QS. Al-Mujadilah: 22)
Dalam ayat ini, Allah Subhanahu Wa Ta'ala meniadakan iman dari seseorang yang memiliki karakter demikian, meskipun kasih sayang dan cintanya kepada ayah, saudara, anak, atau kerabatnya, apalagi kepada selain mereka. Hal ini menunjukkan betapa besar dan seriusnya masalah ini.
Salah satu prinsip aqidah Ahlussunnah wal Jamaah adalah bahwa seseorang yang tidak mengkafirkan orang-orang kafir atau meragukan kekafiran mereka, maka ia sendiri telah kafir. Prinsip lainnya adalah bahwa loyalitas kepada orang kafir memiliki berbagai bentuk. Sebagian di antaranya merupakan murtad dan kafir, sedangkan sebagian lainnya hanya berbahaya namun tidak sampai mengkafirkan. Hal ini dijelaskan secara terperinci dalam kitab-kitab para ulama.
Banyak di antara kaum muslimin yang mengabaikan prinsip agung ini (al-wala' wal-bara'), terutama ketika mereka mulai berbaur dengan orang-orang kafir dalam berbagai situasi, terutama saat fitnah semakin bertambah. Banyak muslim yang salah memahami konsep berlepas diri dari orang-orang musyrik, bahkan mereka menganggap orang-orang kafir sebagai sahabat dan mencintai mereka. Bahkan ada yang mencintai mereka lebih daripada mencintai saudara-saudara muslimnya sendiri.
Salah satu bentuk paling berbahaya dari loyalitas kepada orang-orang kafir adalah membantu mereka dan mendukung mereka melawan kaum muslimin dengan cara apa pun. Ini termasuk berpihak kepada orang kafir dan merupakan penyebab kemurtadan, karena ini termasuk pembatal keislaman - na’udzubillah.
Bentuk lain dari loyalitas kepada orang kafir adalah meminta bantuan kepada mereka dengan sepenuhnya mempercayai mereka, memberikan posisi penting kepada mereka, serta menjadikan mereka sebagai penasihat dan pengurus urusan yang menyangkut rahasia-rahasia kaum muslimin. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
﴿ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا بِطَانَةً مِنْ دُونِكُمْ لَا يَأْلُونَكُمْ خَبَالًا وَدُّوا مَا عَنِتُّمْ قَدْ بَدَتِ الْبَغْضَاءُ مِنْ أَفْوَاهِهِمْ وَمَا تُخْفِي صُدُورُهُمْ أَكْبَرُ قَدْ بَيَّنَّا لَكُمُ الْآيَاتِ إِنْ كُنْتُمْ تَعْقِلُونَ ﴾
"Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudaratan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya." (QS. Ali Imran: 118)
Bentuk lainnya dari loyalitas kepada orang kafir adalah ikut serta dalam perayaan-perayaan agama mereka, mengucapkan selamat kepada mereka atas hari raya mereka, serta meniru gaya hidup mereka, terutama dalam hal pakaian dan penampilan yang menjadi ciri khas mereka. Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
"من تشبه بقوم فهو منهم"
"Barangsiapa yang meniru suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka." (HR. Abu Dawud, dan dinilai hasan oleh para ulama hadits)
Bentuk lainnya dari loyalitas kepada orang kafir adalah memuji mereka, membela mereka, dan melupakan kekafiran mereka terhadap Allah serta perbuatan-perbuatan buruk mereka. Sementara itu, seorang muslim wajib membenci mereka karena Allah.
Wahai hamba-hamba Allah, ada sebagian orang yang, karena kebodohannya, berpikir bahwa kita dapat membuat konsesi (kompromi) kepada orang-orang Yahudi dan Nasrani sehingga mereka akan meridhai kita. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
﴿ وَلَنْ تَرْضَى عَنكَ الْيَهُودُ وَلَا النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ قُلْ إِنَّ هُدَى اللَّهِ هُوَ الْهُدَى وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءَهُمْ بَعْدَ الَّذِي جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ مَا لَكَ مِنَ اللَّهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلَا نَصِيرٍ ﴾
"Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: ‘Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar).’ Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu." (QS. Al-Baqarah: 120)
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Khutbah Kedua
اَلْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، أَشْهَدُ أَنْ لاَإِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ.
Amma ba’du:
Umar bin Khattab Radhiyallahu ‘Anhu pernah masuk menemui hakimnya, Abu Musa Al-Asy’ari Radhiyallahu ‘Anhu, dan bertanya kepadanya tentang sekretarisnya. Abu Musa menjawab, "Sekretaris saya adalah seorang Nasrani." (Nampaknya dia memilihnya karena kemampuannya dalam menulis). Maka Umar pun menegurnya dengan keras, lalu berkata kepadanya, "Apakah kamu tidak mendengar firman Allah :
﴿ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ ﴾
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi teman setiamu." (QS. Al-Ma'idah: 51)
Umar berkata: "Mengapa kamu tidak memilih seorang sekretaris Muslim?" Abu Musa menjawab: "Wahai Amirul Mukminin, dia pandai menulis dan hanya menjalankan agamanya sendiri." Umar kemudian berkata: "Jangan memuliakan mereka sementara Allah telah menghinakan mereka, dan jangan berikan mereka kehormatan sementara Allah telah menjauhkan mereka dari kita." (Diriwayatkan oleh Ibnu Taimiyah dalam Iqtidha’ Ash-Shirat Al-Mustaqim)
Diriwayatkan dalam Shahih Muslim dan oleh Imam Ahmad dengan lafadz yang serupa dari 'Urwah dari Aisyah Radhiyallahu ‘Anha bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam berangkat menuju perang Badar. Kemudian ada seorang lelaki dari kaum musyrikin yang mengikutinya hingga sampai di daerah Harrah al-Wabra. Lelaki itu berkata, "Aku ingin ikut bersamamu dan memperoleh bagian dari ghanimah." Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
"تؤمن بالله عز وجل ورسوله؟"
"Apakah kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya?"
Dia menjawab: "Tidak." Maka Rasulullah bersabda:
"ارجع فلن نستعين بمشرك"
"Kembalilah, karena kami tidak akan meminta bantuan dari orang musyrik."
Lelaki itu kembali mengikutinya hingga sampai di pohon besar, dan para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam merasa senang dengan keberaniannya dan ketangguhannya. Lelaki itu berkata lagi, "Aku ingin ikut bersamamu dan memperoleh bagian dari ghanimah." Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bertanya lagi:
"تؤمن بالله ورسوله؟"
"Apakah kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya?"
Dia menjawab, "Tidak." Rasulullah kembali bersabda:
"ارجع فلن أستعين بمشرك"
"Kembalilah, karena aku tidak akan meminta bantuan dari orang musyrik."
Hingga akhirnya lelaki itu kembali datang kepada Rasulullah setelah beliau menang di Badar, dan kali ini dia menyatakan beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Maka Rasulullah membolehkannya ikut serta.
Meskipun demikian, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pernah meminta bantuan dari orang-orang kafir dalam perang Khaibar dan Hunain, mungkin dengan maksud untuk menarik hati mereka kepada Islam melalui harta rampasan perang yang mereka dapatkan.
Oleh karena itu, para ulama menjelaskan syarat-syarat dalam meminta bantuan kepada orang kafir dalam peperangan, salah satunya adalah adanya kebutuhan yang mendesak, serta kendali umat Islam tetap berada di tangan kaum muslimin, bukan di tangan orang kafir.
Wahai kaum muslimin, para ulama menyimpulkan dari dalil-dalil dalam Al-Qur'an dan Sunnah bahwa manusia dalam hal al-wala' wal-bara' terbagi menjadi tiga kelompok:
1. Kelompok pertama, yang wajib dicintai karena Allah dengan cinta yang murni, tanpa ada permusuhan. Mereka adalah orang-orang beriman dari kalangan para nabi, shiddiqin, syuhada, dan orang-orang saleh. Di antara mereka yang paling utama adalah Nabi kita Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, para sahabatnya dari kalangan Muhajirin dan Anshar, serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik.
2. Kelompok kedua, yang wajib dibenci dan dimusuhi karena Allah, dengan kebencian yang murni tanpa ada cinta sama sekali. Mereka adalah orang-orang kafir dari berbagai golongan. Termasuk di dalamnya adalah orang-orang munafik yang secara terang-terangan menunjukkan kekufuran mereka dengan memerangi agama ini. Termasuk pula di dalamnya adalah ahli bid’ah yang melakukan perbuatan-perbuatan yang mengeluarkan mereka dari Islam.
3. Kelompok ketiga, yaitu mereka yang dicintai dari satu sisi dan dibenci dari sisi lainnya. Dalam diri mereka terdapat cinta dan permusuhan sekaligus. Mereka memiliki hak-hak sebagai kaum muslimin seperti cinta dan dukungan, namun juga dibenci karena dosa-dosa yang mereka lakukan secara terang-terangan. Mereka adalah orang-orang yang jelas-jelas melakukan maksiat, dicintai karena iman dan tauhid yang ada dalam diri mereka, namun dibenci karena maksiat yang mereka perlihatkan. Termasuk juga di dalamnya adalah ahli bid’ah yang tidak sampai mengkafirkan.
perlu diingat bahwa berlepas diri dari orang-orang kafir bukan berarti menyerang, menzalimi, atau mengingkari hak-hak mereka. Agama kita adalah agama yang mengedepankan keadilan dan akhlak.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ
اللَّهُمَّ ارْزُقْنَا حُبَّكَ وَحُبَّ مَنْ يُحِبُّكَ وَحُبَّ العَمَلِ الَّذِي يُقَرِّبُنَا مِنْ حُبِّكَ. اللَّهُمَّ اجْعَلْنَا أَذِلَّةً لِلْمُؤْمِنِينَ أَعِزَّةً عَلَى الكَافِرِينَ. اللَّهُمَّ ارْزُقْنَا مَحَبَّةَ المُؤْمِنِينَ، وَبُغْضَ الكَافِرِينَ. اللَّهُمَّ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالإِيمَانِ، وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ آمَنُوا، رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ.
اللَّهُمَّ إِنَّا نَعُوْذُ بِكَ مِنَ العَجْزِ وَالكَسَلِ ، والبُخْلِ والهَرَمِ ، وَعَذَابِ القَبْرِ ، اللَّهُمَّ آتِ نُفُوْسَنَا تَقْوَاهَا ، وَزَكِّها أَنْتَ خَيْرُ مَنْ زَكَّاهَا ، أَنْتَ وَلِيُّهَا وَمَوْلاَهَا ، اللَّهُمَّ إِنَّا نَعُوْذُ بِكَ مِنْ عِلْمٍ لا يَنْفَعُ؛ وَمِنْ قَلْبٍ لاَ يَخْشَعُ ، وَمِنْ نَفْسٍ لاَ تَشْبَعُ ؛ وَمِنْ دَعْوَةٍ لاَ يُسْتَجَابُ لَهَا
اللَّهُمَّ لَا تُسَلِّطْ عَلَيْنَا بِذُنُوْبِنَا مَنْ لَا يَخَافُكَ فِيْنَا وَلَا يَرْحَمُنَا
اللهمّ أحْسِنْ عَاقِبَتَنَا فِي الأُمُورِ كُلِّهَا، وَأجِرْنَا مِنْ خِزْيِ الدُّنْيَا وَعَذَابِ الآخِرَةِ
رَبَنَا ءَاتِنَا فِي الدّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النّارِ.
عِبَادَ اللّٰهِ اِنَّ اللّٰهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْاِحْسَانِ وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ. يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ.
فَاذْكُرُوا اللّٰهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ. وَ اشْكُرُوْهُ عَلٰى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ. وَلَذِكْرُ اللّٰهِ اَكْبَرُ
Tidak ada komentar:
Posting Komentar