pernahkah anda mendengar suatu pernikahan yang
dilakukan dengan bayaran tertentu dan di tentukan durasi waktunya minimal
sekali berhubungan?? itulah yang disebut dengan nikah mut'ah, lantas bagaimana
fiqh nikah mut'ah menurut sekte syiah secara ringkas :
- mahar dan menentukan waktu pernikahan apakah 2 hari atau 1 malam tergantung perjanjian yang telah di tentukan di pernikahan
- boleh menikah tanpa izin wali
- tidak ada batas minimal mengenai kesepakatan waktu berlangsungnya mut'ah
- nikah mut'ah dapat dilakukan berkali - kali tanpa batas ( unlimited ) walaupun telah 3 kali thalaq
- wanita mut'ah diberi mahar sesuai sesuai jumlah hari yang di sepakati
- jika ternyata wanita yang dimut'ah telah bersuami atau seorang wanita pelacur, maka mut'ah tidak terputus dengan sendirinya
- nikah mut'ah di perbolehkan dengan seorang gadis maupun dengan wanita pelacur
- istri yang dimut'ah tidak berhak mendapatkan warisan
- nikah mut'ah tidak memberikan kewajiban pada suami untuk memberikan nafkah[1].
Nikah mut’ah
bias juga di sebut nikah kontrak, Rasulullah pernah menghalalkan nikah mut’ah ketika dalam
keadaan perang ataupun safar, namun Rasulullah telah mengharamkannya setelah
dahulunya beliau membolehkan sampai hari kiamat.
Nikah mut’ah di tinjau dari Al-qur’an dan hadits
sudah jelas keharamannya. Adapun dari Alqur’an, Allah Subahanahu wata’ala
berfirman :[2]
29. dan
orang-orang yang memelihara kemaluannya,
30. kecuali
terhadap isteri-isteri mereka atau budak-budak yang mereka miliki Maka
Sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. (Al-Ma’arij: 29-30)
Di dalam ayat ini diperbolehkan memiliki istri dan budak , dan
orang yang menginginkan menyalurkan syahwatnya selain kepada istri dan budak
nya hukumnya harom, sementara seorang wanita yang di mut’ah kedudukannya
bukanlah istri karena wanita yang di mut’ah menurut syiah, tidak mendapatkan
harta waris dan tidak memiliki masah iddah beda dengan istri menurut ISLAM Istri memiliki masa iddah dan berhak
mendapatkan harta warisan sedangkan wanita yang di mut’ah tidak, karena pada hakikatnya nikah
mut’ah sama dengan melacur
Allah
Berfirman dalam ayat lain :
. dan Dihalalkan bagi kamu selain yang demikian(yaitu) mencari
isteri-isteri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina. ( QS. An-Nisa
: 24 )
Sedangkan
nikah mut’ah sama dengan zina,
oleh karena itu orang yang melakukan nikah mut’ah tidak layak di kawini Karena pada hakikatnya
mereka sama saja dengan berzina dengan dalih orang yang melakukan zina dibayar
sesuai waktu yang telah disepakati begitu jaga mut’ah, zina tidak mewajibkan
warisan begitu juga mut’ah, nikah mut’ah tidak memerlukan izin wali begitu juga
zina, nikah mut’ah wanitanya boleh di pakai berkali – kali dengann lelaki yang
berbeda begitu juga zina. dll
Allah
berfirman dalam ayat yang lain yang
artinya :
25. dan Barangsiapa diantara kamu (orang merdeka) yang tidak
cukup perbelanjaannya untuk mengawini wanita merdeka lagi beriman, ia boleh
mengawini wanita yang beriman, dari budak-budak yang kamu miliki. Allah
mengetahui keimananmu; sebahagian kamu adalah dari sebahagian yang lain[285],
karena itu kawinilah mereka dengan seizin tuan mereka, dan berilah maskawin
mereka menurut yang patut, sedang merekapun wanita-wanita yang memelihara diri,
bukan pezina dan bukan (pula) wanita yang mengambil laki-laki lain sebagai
piaraannya; dan apabila mereka telah menjaga diri dengan kawin, kemudian mereka
melakukan perbuatan yang keji (zina), Maka atas mereka separo hukuman dari
hukuman wanita-wanita merdeka yang bersuami. (Kebolehan mengawini budak) itu,
adalah bagi orang-orang yang takut kepada kemasyakatan menjaga diri (dari
perbuatan zina) di antara kamu, dan kesabaran itu lebih baik bagimu. dan Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Dalam ayat ini ada dua alasan. Pertama,
jika nikah mut'ah diperbolehkan, maka tidak ada lagi alasan untuk tidak
melakukannya bagi orang yang kesulitan menjaga diri atau keperluan untuk
menikahi budak atau bersabar untuk tidak menikah. Kedua, ayat ini merupakan
larangan terhadap nikah mut'ah, karena Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman
"karena itu kawinilah mereka dengan seizin tuan mereka". Sebagaimana
diketahui, bahwa nikah seizin orang tua atau wali, itulah sebenarnya nikah yang
disyariatkan, yaitu dengan wali dan dua orang saksi. Adapun nikah mut'ah, tidak
mensyariatkan demikian. [3]
Adapun dalil
haramnya nikah mut’ah dari Hadits Nabi shallalu ‘alaihi wasallam :
فعن سَبُرَة الجهني رضي
الله عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : ( يا أيها الناس إني قد كنت أذنت
لكم في الأستمتاع ألا وإن الله قد حرمها إلى يوم القيامة
Dari sabroh al
juhni semoga Allah meridoinya berkata : Rasulullah Shallahu ‘alaihi wasallam
bersabda : Wahai sekalian manusia dahulunya akupernah membolehkan kalian untuk
nikah mut’ah akan tetapi Allah telah
mengharamkannya sampai hari kiamat (Diriwayatkan oleh Imam Muslim )[4]
Hadits
ini jelas dan terang akan keharaman nikah mut’ah. Memang dahulu Rasulullah pernah membolehkan nikah mut’ah
akan tetapi hukumm tersebut di hapus dengan hadits yang mulia ini .
وَ
عَنْهُ قَالَ : أَمَرَناَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم باِلْمُتْعَةِ عَامَ اْلفَتْحِ
حِيْنَ دَخَلْنَا مَكَّةَ ثُمَّ لَمْ نَخْرُجْ حَتَّى نَهَاناَ عَنْهَا
Dari dari sabroh
al juhani mengatakan : kami
diperintahkan oleh Rasulullah pada penaklukkan makkah, ketika kami memasuki
Makkah, dan kami belum keluar, Rasulullah telah mengharamkan atas kami[5]
عن علي بن ابي طالب رضي
الله عنه قال:((حرم رسول الله صلى الله عليه وسلم زمن خيبر لحوم الحمر الأهلية ونكاح
المتعة
Dari ‘Ali bin
Abi Tholib Semoga Allah meridhoinya beliau mengatakan : Rasulullah shallahu ‘alaihi
Wasallam melarang untuk memakan daging keledai liar dan melarang nikah
mut’ah.[6]
Lihatlah
siapa yang meriwayatkan hadits ini wahai orang yang mengaku sebagai pengikut
setia Ali bin Abi Tholib. Ali Bin Abi Thoib sendirilah yang meriwayatkan hadits
ini. Kalau kalian tidak mempercayai hadits yang kami bawakan yang kami ambil
dari kitab Ahlu Sunnah, jika kalian mau merenungi dengan hati yang bersih
ketahuilah, ulama’ kalian pun menaruh hadits ini di kitab2 mereka di antaranya
al istibsor punya atthohawi jilid 3 halaman 142.
Perkataan Ulama’ tentang nikah Mut’ah
1.
Al Qurthubi berkata,"Telah berkata Ibnul
'Arabi megatakan: ,'Adapun mut'ah, maka ia termasuk salah satu keunikan
syari'ah; karena mut'ah diperbolehkan pada awal Islam kemudian diharamkan pada
perang Khaibar, lalu diperbolehkan lagi pada perang Awthas kemudian diharamkan
setelah itu, dan berlangsung pengharaman. Dan mut'ah -dalam hal ini- tidak ada
yang menyerupainya, kecuali permasalahan kiblat, karena nasakh (penghapusan)
terjadi dua kali, kemudian baru hukumnya stabil[7]
2.
Imam Thahawi berkata,"Umar telah melarang
mut'ah di hadapan para sahabat Rasulullah, dan tidak ada seorangpun yang
mengingkarinya. Ini menunjukkan, bahwa mereka setuju dan menuruti apa yang
telah dilarang. Dan juga bukti Ijma' mereka atas larangan tersebut adalah,
bahwa hukum tersebut telah dihapus[8]
3.
Qadhi Iyadh berkata,"Telah terjadi Ijma'
dari seluruh ulama atas pengharamannya, kecuali dari kalangan Rafidhah (Syiah )[9]
Keharaman Nikah mut’ah ditinjau dari akal
1.
Anak
hasil dari nikah mut’ah tidak jelas nasabnya, sedangkan yang telah menikah
dengan pernikahan yang sah sesuai syariat nasabnya jelas. Bukankah yang tidak
jelas nasabnya sama dengan berzina
2.
Tidak
ada satu riwayatpun yang menjelaskan bahwa sahabat telah melakukan mut’ah
setelah di haramkan oleh Rasulullah
3.
Tidak
ada satu sahabat pun yang mengingkari perkataan umar yang mengatakan bahwa
beliau akan merajam orang yang telah melakukan nikah mut’ah
4.
Allah
Subahanahu Wata’ala telah meletakkan batasan bagi yang menikah seperti harus
adanya wali, adanya masa iddah, talaq max tiga kali, sedangkan nikah mut’ah tidak ada hukum dan tidak memiliki
batasan kecuali bayaran yang sesuai dengan waktu pernikahan yang ditentukan,
bukankah ini sama saja dengan zina
5.
Anak
hasil mut’ah cenderung tidak di perhatikan oleh bapaknya bahkan dalam fiqih
syiah tidak di wajibkan untuk memberikan nafkah, bukankah ini termasuk
kedzoliman yang nyata
6.
Nikah
mut’ah merendahkan martabat seorang wanita, wanita yang selalu di pakai oleh
banyak lelaki akan tertumpaskan kehormatannya
7.
Bagaimana
jikalau anda mendapatkan anak anda hamil yang dihamili melalui perantara nikah
mut’ah, apakah anda rela atau bagaimana jika anda mendapatkan istri anda hamil
dan anda mengetahui bahwa itu merupakan bukan anak anda, anda suka ??
8.
DLL
Maroji’
:
1.
Al-Qur’an
dan terjemahan
6.
Mu’jamul
mufid
Tidak ada komentar:
Posting Komentar